I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkebunan
kelapa sawit merupakan salah satu sektor perkebunan unggulan di Indonesia
yang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dari kurun waktu tahun 2000 sampai 2009 perkembangan luas areal perkebunan
hampir dua kali lipat yang pada mulanya 4.158.077 ha menjadi 7.125.331 ha dan diiringi juga dengan peningkatan jumlah
produksi (Khudori, 2008).
Perkembangan tanaman kelapa sawit telah
dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia dan menjadi unggulan tanaman
perkebunan. Hal ini dikarenakan kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan
dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi dan merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak nabati. Selain itu perkembangan perkebunan kelapa sawit juga
didukung oleh produk-produk turunan kelapa sawit yang beraneka ragam dan
mempunyai banyak kegunaan. Menurut Khudori (2008), saat ini Indonesia merupakan negara nomor satu penghasil
CPO terbesar di dunia diatas Malaysia dan menjadi negara eksportir CPO terbesar
di dunia.
Untuk meningkatkan nilai guna kelapa sawit
dan menambah nilai jualnya, maka akan lebih menguntungkan apabila hasil panen
kelapa sawit diolah terlebih dahulu dibandingkan dengan menjual kelapa sawit
tersebut tanpa diolah. Selanjutnya dalam proses pengolahan produk perkebunan
kelapa sawit ini akan melibatkan berbagai macam pihak dan membutuhkan banyak
sumber daya. Proses ini
selanjutnya lebih dikenal dengan istilah agroindustri.
Pada proses
agroindustri melibatkan banyak faktor seperti faktor modal, tenaga kerja,
lahan, dan manajemen. Faktor-faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain
sehingga saling berkaitan. Semua faktor diatas dapat berjalan jika manajemen
yang dikendalikan oleh sumber daya manusianya dapat berjalan dengan baik.
Pentingnya manajemen dalam suatu proses agroindustri maupun organisasi adalah
sebagai roda penggerak agar apa yang direncanakan dapat tercapai. Salah satu
faktor yang sangat penting dalam proses agroindustri adalah perencanaan
produksi.
Dalam perencanaan
produksi, faktor yang tidak kalah penting adalah harga CPO yang mengalami
fluktuasi. Hal ini karena harga CPO akan mempengaruhi jumlah produksi yang akan
dihasilkan dan berpengaruh juga terhadap permintaan CPO itu sendiri. Dengan
adanya fluktuasi harga maka akan terlihat pengaruhnya terhadap proses perencanaan
produksi, dan dampaknya terhadap permintaan itu sendiri. Permintaan CPO berasal
dari pasar dalam negeri dan luar negeri. Sebagian besar produksi CPO indonesia
di ekspor ke luar negeri. Kontribusi CPO Indonesia mencapai 44, 3 % dari total
produksi CPO dunia, lebih tinggi 41,2 % pangsa CPO Malaysia (Arifin, 2008).
PTP Nusantara VI (Persero)
sebagai pengelola perkebunan kelapa sawit Negara memiliki wilayah kerja di dua
Propinsi yaitu Propinsi Jambi dan Sumatera Barat. PKS (Pabrik Kelapa Sawit)
Kebun Rimbo Dua di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi merupakan salah satu dari 15
unit usaha yang ada pada PTP Nusantara VI dan memiliki pabrik pengolahan
sendiri dengan kapasitas 30 ton/TBS/jam (PTP Nusantara VI Rimdu, 2007) serta
memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit 3.271 ha (PTP Nusantara VI, Rimdu,
2008).
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang
dimiliki PTP Nusantara VI adalah 5 buah dimana PKS Rimdu saat ini merupakan
satu-satunya PKS yang memperoleh pasokan TBS dari kebun inti saja. Sedangkan
PKS lain memperoleh pasokan dari kebun inti dan kebun plasma serta perusahaan
di luar PTP Nusantara VI. PKS Kebun Rimbo Dua (Rimdu) berdiri pada bulan Juni
2006 dan menghasilkan CPO/minyak sawit mentah dan PK/inti sawit. Diawal
berdirinya pabrik, bahan baku diperoleh dari beberapa CV dan kebun PTP N VI
Solok Selatan. Tetapi seiring dengan sudah mulai dipanennya kebun kelapa sawit
yang dimiliki Rimdu, maka pasokan TBS dari luar dihentikan.
Sejak itu PKS Kebun Rimdu memperoleh pasokan bahan baku dari
kebun inti yaitu Kebun Rimsa (Rimbo Satu) dan Kebun Rimdu (Rimbo Dua). Akan
tetapi, PKS Kebun Rimdu memiliki kendala yaitu produksi kebun yang mereka
miliki belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pabrik sedangkan pasokan dari
kebun lain tidak banyak karena baru dilakukan proses peremajaan. Selain itu
pasokan TBS (Tandan Buah Segar) dari kebun di Solok Selatan, sejak bulan
September 2007 tidak lagi dibawa ke PKS Rimdu karena pertimbangan biaya
transportasi yang besar.
Selama pabrik belum beroperasi optimal butuh
waktu yang cukup lama sehubungan tanaman yang belum menghasilkan atau belum
dapat dipanen seluruhnya maka perusahaan memerlukan strategi yang khusus untuk
mengatasi. masalah ini. Hal ini dikarenakan selama waktu menunggu tersebut
biaya-biaya akan tetap dikeluarkan baik biaya langsung maupun tidak langsung,
sedangkan pendapatan dari pabrik belum maksimal karena proses produksi pabrik
terbatas disebabkan terbatasnya bahan baku.
Selain itu perubahan harga CPO
di pasar dunia juga mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran. Fluktuasi harga
CPO mempengaruhi proses produksi pabrik. Hal ini akan berpengaruh juga pada
jumlah produksi yang dihasilkan. Kenaikan harga maupun penurunan harga
memerlukan antisipasi yang cepat sehingga perusahaan dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :
a)
Untuk mengetahui bagaimana perusahaan dalam menentukan
persediaan bahan baku
dalam menunjang proses produksi pada PTPN VI Unit Usaha Rimbo Dua.
b)
Untuk mengetahui informasi yang relevan tentang
persediaan dan pengadaan bahan baku
dalam menjaga kelangsungan proses produksi.
1.3
Rumusan
masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah adalah bagaimana
pemenuhan kebutuhan produksi dapat tercapai agar bahan baku siap diproses kemudian persediaan bahan
buku harus ada setiap saat dibutuhkan.
I.
Tinjauan Pustaka
Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elais guineensis
Jacq) diyakini berasal dari Guinea dan Angola di Afrika Barat. Namun ada beberapa pendapat mengatakan
bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daerah Amerika Selatan (Ginting,1997).
Sedangkan di Indonesia mulai dibudidaya pada tahun 1848 dan mulai dibudidaya
secara komersil dalam bentuk perusahaan perkebunan pada tahun 1911 (Satyawibawa
dan Widyastuti, 1997).
Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai
ekonomi tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut
dengan TBS (Tandan Buah Segar). Buah sawit di bagian sabut (daging buah atau mesocarp)
menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24%.
Sementara itu, bagian inti sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel
oil atau PKO) 3-4% (Sunarko, 2007). Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah
yang disebut tandan buah segar (TBS). setelah diolah, tandan buah segar akan
menghasilkan minyak. Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri atas dua
macam. Pertama, minyak yang berasal dari daging buah (mesocarp) yang
dihasilkan melalui proses perebusan dan pemerasan (press), dikenal
sebagai minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Kedua, minyak
berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit atau palm kernel
oil (PKO) (Pardamean, 2008)
Istilah yang tidak dapat dipisahkan dari
kelapa sawit adalah rendemen. Rendemen secara umum didefinisikan sebagai persen
jumlah yang dapat dimanfaatkan dari jumlah keseluruhan. Rendemen kelapa sawit
menunjukkan berapa kandungan minyak sawit yang berada didalam buah sawit atau
TBS. Agar jumlah rendemen dalam kelapa sawit tidak berkurang maka harus
dilakukan usaha untuk menjaga agar kualitas rendemen tetap tinggi dengan memperhatikan saat TBS sebelum
dipanen, pengangkutan TBS ke pabrik, penimbangan TBS dan Pabrikasi (pengolahan
TBS di pabrik).
2.2 Teori Persediaan
Manajemen persediaan (inventory control)
atau disebut juga inventory management atau pengendalian tingkat
persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu
pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi
persediaan material dapat ditekan secara optimal.
Pengendalian tingkat persediaan bertujuan
untuk mencapai efisiensi dan efektifitas optimal dalam penyediaan material.
Barang persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut
aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai
dan ditatausahakan dalam buku perusahaan (Indrajit, 2003).
2.3 Perencanaan
dan Pengendalian Bahan baku
Tujuan dari perencanaan dan pengendalian
produksi adalah merencanakan dan mengendalikan aliran material ke dalam, di
dalam, dan keluar pabrik sehingga posisi keuntungan optimal yang merupakan
tujuan perusahaan dapat dicapai. Pengendalian produksi dimaksudkan untuk
mendayagunakan sumber daya produksi yang
terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi permintaan
konsumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan, Yang dimaksudkan sebagai
sumber daya adalah mencakup fasilitas produksi, tenaga kerja, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu perencanaan dan pengendalian produksi mengevaluasi perkembangan
permintaan konsumen, posisi modal, kapasitas produksi, tenaga kerja, dan lain
sebagainya (Kusuma, 2004).
2.4 Analisa
SWOT
Analisis
SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus
menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis
situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT
(Rangkuti, 2000).
III. Metode
Penelitian
Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara
VI ( PTPN VI ) kebun Rimbo Dua Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo Propinsi
Jambi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Dalam mengumpulkan data primer dan sekunder digunakan teknik
wawancara, dengan menggunakan schedule quistioner ataupun interview
guide (Nazir, 2003). Data yang dikumpulkan adalah data enam bulan terakhir
yaitu data dari bulan Juli sampai Desember 2008 karena saat itu terjadi
fluktuasi harga CPO dan TBS.
3.2 Variabel yang diamati
Untuk tujuan pertama yaitu
menganalisa perencanaan produksi CPO pada pabrik kelapa sawit PTP Nusantara VI,
variabel kualitatif yang diamati adalah
(1) Faktor Internal (kekuatan dan kelemahan) yang meliputi proses produksi, kapasitas
produksi, tenaga kerja, modal kerja, kualitas, pemasok bahan baku, dan biaya;
dan (2) Faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang meliputi kondisi dunia
usaha, teknologi, kebijakan pemerintah, upah tenaga kerja dan situasi pasar dan
pesaing.
Untuk menjawab tujuan kedua yaitu
mengetahui strategi pengadaan dan pengendalian bahan baku pada pabrik kelapa sawit PTP Nusantara VI,
variabel yang diamati adalah (1) Faktor Internal yang meliputi persediaan bahan
baku, persediaan bahan jadi dan
persediaan bahan penolong dan (2) Faktor Eksternal yaitu persediaan
bahan baku dan persediaan bahan penolong yang berada diluar kewenangan pabrik
3.3 Analisis Data
Analisis data yang
digunakan dilakukan dengan analisis kualitatif dengan menggunakan metode SWOT
yaitu dengan menganalisa faktor internal dan eksternal perusahaan baik
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengadaan dan pengendalian bahan
baku di pabrik kelapa sawit PTP Nusantara VI. Hasil idenifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
perusahaan kemudian dikombinasikan sehingga diperoleh strategi yang merupakan
perpaduan kekuatan-peluang (S-O), kelemahan-peluang (W-O), kekuatan-ancaman
(S-T), kelemahan-ancaman (W-T).
IV. Hasil dan Pembahasan
Gambaran umum PTPN VI Kebun Rimbo Dua
Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara VI
(PTPN VI) merupakan penggabungan dari unit usaha bekas PTP III, PTP IV, PTP VI,
dan PTP VII di Wilayah Jambi dan Sumatera Barat. Gabungan unit-unit usaha
tersebut terdiri dari kebun karet, kebun kelapa, kebun kakao, kebun teh dan
kebun kelapa sawit. Seiring dengan penggabungan tersebut maka pada akhirnya
hanya ditanami tanaman karet, teh dan kelapa sawit. Gabungan PTP di Jambi dan
Sumatera Barat ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No.11/1996 tanggal 11
Februari 1996 dan Surat Keterangan Menteri Keuangan RI No. 165/KMK.016/1996
tanggal 11 Maret 1996.
PTP Nusantara VI (Persero)
adalah BUMN yang bergerak di sektor agribisnis dan menjadikan komoditi kelapa
sawit sebagai unggulan utama perusahaan karena komoditi ini dan produk
turunannya memiliki prospek cerah. Unit usaha kebun Rimbo Dua merupakan salah
satu dari 15 unit usaha yang berada di bawah PTP Nusantara VI Jambi-Sumbar.
Kebun Rimbo Dua sendiri memiliki dua bagian yaitu kebun kelapa sawit yang
terdiri dari 5 Afdeling dan pabrik kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit Rimdu
didirikan pada tahun 2005 dan mulai beroperasi pada bulan Juni 2006.
4.2
Faktor Internal
a)
Pemasok
Bahan
baku yang diolah adalah tandan buah segar (TBS). TBS diperoleh dari kebun inti
dan beberapa kebun milik swasta diluar perusahaan. Pada tahun 2006 awal
berdirinya pabrik pasokan TBS didatangkan dari kebun milik swasta, tetapi sejak
tahun 2007 pasokan dari kebun milik swasta dihentikan dengan alasan untuk
menjaga kualitas rendemen, sedangkan pasokan dari kebun inti Solok Selatan juga
dihentikan dengan alasan jarak yang jauh sehingga mengakibatkan biaya
transportasi menjadi lebih besar.
Mulai tahun 2008 pasokan bahan baku
diperoleh dari Kebun inti saja yaitu Kebun Rimbo Satu dan Rimbo Dua. Jumlah TBS
yang masuk ke pabrik rata-rata 400 ton/hari. Ini masih jauh dari kapasitas
pengolahan pabrik yang mencapai 700 ton/hari. Hal ini dikarenakan belum semua tanaman pada kebun Rimsa mampu
menghasilkan TBS secara optimal.
b) Proses
Produksi dan Operasi
Proses produksi adalah proses transformasi
input menjadi output yang bermanfaat atau bernilai tambah. Pada pabrik kelapa
sawit inputnya adalah bahan baku berupa TBS dan outputnya adalah CPO dan inti
sawit. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi serta fungsinya
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Mesin dan peralatan yang
digunakan dalam proses produks
No
|
Mesin/Peralatan
|
Fungsi
|
Jumlah
(Unit)
|
1
|
Timbangan
|
Menimbang berat TBS yang akan diangkut oleh truk
ke loading ramp
|
1
|
2
|
Loading
Ramp
|
Sebagai wadah penimbunan sementara, juga
berperan untuk memuat buah ke dalam lori. Penimbunan buah yang sampai
bermalam di loading ramp dapat menutunkan mutu minyak sawit bahkan lebih
sepat dari penurunan mutu akibat penimbunan di lapangan
|
3
|
3
|
Genset
|
Sumber arus listrik/energi bagi proses produksi
|
2
|
4
|
Turbin uap
|
Pembangkit
listrik
|
2
|
5
|
Ketel uap
|
Menghasilkan
uap panas dalam proses perebusan
|
2
|
6
|
Hoisting
crane
|
Mengangkut buah hasil rebusan dari sterilizer
ke threser
|
3
|
7
|
Screw press
|
Alat kempa adonan yang berasal dari digester
|
3
|
8
|
Sludge
separator
|
Memisahkan minyak dari air dan kotoran
|
4
|
9
|
Oil
purifier
|
Memurnikan
minyak
|
4
|
10
|
Decanter
|
Memisahkan fase padat, fase minyak dan fase air
|
2
|
11
|
Pompa air
|
Memompakan air
|
3
|
12
|
Lori
|
Menampung TBS ke perebusan dengan kapasitas 2,7
ton
|
54
|
13
|
Sterilizer
|
Merebus TBS
|
3
|
14
|
Autopider
|
Alat transport
untuk buah yang sudah direbus untuk dipipil
|
3
|
15
|
Digester
|
Pengadukan
pasca brondolan
|
5
|
16
|
Fruit
elevator
|
Mengangkat
brondolan ke elevator
|
3
|
17
|
Cake
breaker conveyor
(CBC)
|
Memecahkan gumpalamn ampas yang terdiri dari
biji dan serat
|
2
|
18
|
Polishing
drum
|
Memidahkan fraksi ringan dan berat dari CBC
|
2
|
19
|
Fibre
cyclone
|
Menerima pecahan gumpalan dari CBC
|
2
|
20
|
Nut silo
|
Memeram biji
|
3
|
21
|
Nut craker
|
Memecah biji
|
3
|
22
|
Hidro
cyclone
|
Memisahkan
inti dari tempurung
|
3
|
23
|
Kernel silo
|
Wadah
mengeringkan inti
|
3
|
Sumber : bagian produksi PKS Rimdu, 2009
Mesin-mesin beroperasi secara kontinyu
sehingga jalannya fungsi satu mesin tidak terlepas dari jalannya mesin yang
sebelumnya begitu pula dengan jalan mesin setelahnya.
c) Tenaga
Kerja
Tenaga
kerja yang bekerja pada PKS Rimdu memiliki tingkat pendidikan mulai daei SD,
SMP, SMA hingga tamatan perguruan tinggi. Tenaga kerja di PTP Nusantara VI
bukanlah Pegawai Negeri Sipil (PNS), pemberlakuan golongan kepangkatan hanya
mengikuti ketentuan dari kantor direksi yang berguna untuk menyamakan gaji dan
tunjangan bagi seluruh tenaga kerja PTP Nusantara VI.
d) Kualitas
PKS Rimdu merupkan salah satu dari 5
pabrik kelap sawit yang dimiliki oleh PTP Nusantara VI. PKS Rimdu merupakan
pabrik yang memiliki kualias CPO dengan rendemen yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan pabrik yang lainnya. Kualitas rendemen CPO ditentukan oleh TBS yang masuk
dan diolah di pabrik. Untuk mempertahankan kualitas rendemen di pabrik maka
asisten pengawasan mutu selalu menjaga agar kualitas TBS tetap sesuai dengan
standar pabrik. Untuk menjaga kualitas CPO juga dilakukan dengan menjaga
kebersihan pabrik dan prosedur kerja harus sesuai dengan petunjuk teknis untuk
menjalankan pekerjaan. Dengan demikian hasil dari produk berupa CPO dan inti
menjadi lebih berkualitas.
e) Modal
PKS Rimdu memiliki sumber modal dalam
bentuk uang dan sumber daya yang lain baik itu berupa peralatan dalam jumlah
besar. Hal ini didukung oleh pihak pusat dalam hal ini kantor direksi dalam
mendukung segala keperluan yang dibutuhkan oleh pabrik. Ini dikarenakan PKS
merupakan sumber pendapatan karena menghasilkan produk berupa CPO dan inti yang
akan dijual dan menjadi sumber pemasukan bagi perusahaan. Modal awal pendirian
pabrik sekitar Rp. 70 miliar dan dapat dipenuhi oleh perusahaan dengan modal
yang ada sekitar Rp. 81 miliar.
f) Teknologi
Mengingat tidak adanya pasokan PLN, maka
alternatif yang dipilih untuk energi adalah pembangkit yang berasal dari boiler
dan turbin uap dengan daya listrik sebesar 620 – 684 Kwh. Untuk sumber energi
cadangan dipakai dari genset diesel berkekuatan 500 Kva sebanyak 2 unit dan 250
Kva sebanyak 1 unit. Kebutuhan energi listrik perbulannya sekitar 4.368 KWh
yang digunakan untuk operasional pabrik dan perumahan karyawan. Bahan bakar
yang diperlukan untuk beroperasinya pabrik terutama solar, jumlahnya mencapai +
17.000 liter per bulan. Energi untuk menggerakkan mesin-mesin di pabrik
berasal dari mesin ketel uap, mesin diesel BBM dan mesin biodiesel.
4.3 Faktor Eksternal
a) Kondisi
dunia usaha
Perkembangan perdagangan CPO selama bulan
Juli – Desember 2008 yang di ambil dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (Bappebti) dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan perdagangan CPO selama bulan Juli – Desember 2008
Bulan
|
Perkembangan perdagangan CPO
|
Juli 2008
|
Harga minyak sawit terus mengalami tekanan
seiring dengan melemahnya harga minyak mentah dan rendahnya permintaan untuk
pembuatan biofuel. Jatuh hingga kelevel terendah CPO Malaysia mengalami
kejatuhan 3.8%
|
Agustus 2008
|
Harga minyak
sawit pada perdagangan di bursa Malaysia ditutup meningkat dipicu
oleh ekspektasi peningkatan permintaan musiman dan setelah kembalinya harga
minyak mentah dan minyak kacang kedelai sebagai substitusi dan alternatif
bahan bakar. Harga minyak sawit
pada perdagangan ditutup melemah, hingga kelevel terendah sejak Maret 2007
|
September 2008
|
Malaysia sebagai benchmark harga untuk minyak
tropis telah mengalami kejatuhan lebih dari 25% pada tahun ini terseret
karena besarnya hasil panen, kegagalan konsumsi di Asia dan sebaliknya Indonesia
memotong pajak ekspor pada saat terjadinya kekacauan di pasar keuangan dunia.
|
Oktober 2008
|
Pada
perdagangan berjangka Minyak Kelapa Sawit di Malaysia dan di Indonesia, harga
CPO berjangka ditutup melemah lebih dari 3 % karena kekhawatiran yang masih
menyelimuti pasar global berkaitan dengan resesi ekonomi yang akan memangkas
permintaan.
|
November 2008
|
Harga CPO melejit hingga kelevel tertinggi sejak
hampir 2 minggu, setelah mengalami situasi terburuk di Oktober.
|
Desember 2008
|
Stok CPO di
Malaysia-produser terbesar kedua di Dunia setelah Indonesia- melejit 8.3%
hingga mencapai rekor 2.27 juta ton di November dari awal bulan sebelumnya.
|
Sumber :
Bappebti, 2009
Kebijakan
pemerintah
Dalam
pengelolaan kebun kelapa sawit perusahaan menggunakan tanah negara yang
diizinkan dengan Hak Guna Usaha (HGU). HGU yang dimiliki perusahaan berlaku selama 30 tahun dan dapat diperbaharui
kembali kontraknya. HGU pertama terbit tahun 1979 dan berakhir pada tahun 2008.
Saat ini lahan yang digunakan merupakan perpanjangan dari kontrak HGU yang
sebelumnya.
c) Upah
tenaga kerja
Upah tenaga kerja di PKS diberikan sesuai
dengan pangkat dan golongan karyawan. Walaupun beberapa golongan gaji pokoknya
berada di bawah upah minimum provinsi (UMP) Jambi tetapi gaji total yang
diterima termasuk tunjangan melebihi UMP yang berlaku. UMP Provinsi Jambi pada
tahun 2008 adalah Rp.724.000/bulan. Karyawan selain menerima gaji pokok juga
menerima premi kerja, upah lembur dan tunjangan.
d) Pasar
dan pesaing
CPO dari PKS Rimdu dipasarkan ke PT
Agrindo Indah Persada (AIP) di Kabupaten Merangin sedangkan PK dipasarkan ke
Pabrik pengolahan inti sawit di kawasan Padang Industrial. Pihak PKS tidak
mengalami kesulitan dalam pemasaran karena pelanggan sudah melakukan kontrak.
Dalam memasarkan produknya, baik CPO maupun PK pihak perusahaan tidak
memperoleh saingan dari perusahaan sejenis karena memiliki pelanggan yang
berbeda.
e) Persediaan
bahan baku
TBS yang masuk ke pabrik adalah kontinyu
tiap harinya. Hal ini dikarenakan di kebun
setiap harinya dilakukan pemanenan TBS untuk menghindari adanya waktu
menunggu (idle time). Idle time hanya terjadi jika semua TBS yang
ada di pabrik sudah diolah tetapi TBS yang sudah di panen di kebun tidak bisa
dibawa ke pabrik karena cuaca buruk berupa hujan yang mengakibatkan mobil
pengangkut mengalami kesulitan dalam membawa TBS ke pabrik. Untuk itu
perusahaan melakukan perbaikan jalan dikebun demi kelancaran pasokan bahan
baku.
f) Persediaan
bahan jadi
CPO disimpan di tangki timbun yang
terdapat dua buah, sementara PK disimpan di bulk silo yang terdapat satu
buah. Perhitungan persediaan CPO dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa
meteran yang terbuat dari plat yang ujungnya diberi pemberat berbentuk kerucut.
Setelah itu dilaksanakan pengukuran temperatur CPO. Jumlah CPO dan PK di gudang
selalu tersedia. Hal ini terjadi karena persediaan selalu ada untuk
berjaga-jaga jika tiba-tiba permintaan terhadap CPO dan PK bertambah.
g) Persediaan
bahan penolong
Persediaan bahan penolong dan spare
part pada bagian ini dimaksudkan sebagai barang yang akan digunakan untuk
menghasilkan barang jadi (CPO dan PK). Persediaan bahan penolong seperti BBM,
pelumas, spare part mesin PKS, bahan kimia pabrik selalu tersedia persediaan
minimal di gudang. Persediaan minimal dimaksud untuk menjaga kelancaran
operasional pabrik. Kemudian untuk spare part mesin biasanya mempunyai cadangan
dan ada juga yang sudah disediakan oleh kantor pusat. PKS hanya menerima
kiriman kantor pusat sesuai dengan kebutuhan pabrik.
Dari hasil
penelitian maka dirumuskan strategi dengan menggunakan analisa SWOT yang
dilakukan oleh perusahaan. Strategi tersebut merupakan kombinasi dari berbagai
faktor yang diperoleh yang memperlihatkan kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang ada di pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI. Strategi perencanaan produksi Crude Palm Oil
(minyak sawit) dan Palm Kernel (inti sawit) pada pabrik kelapa sawit
kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Matriks SWOT strategi perencanaan produksi Crude Palm Oil (minyak sawit) dan Palm
Kernel (inti sawit) pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara
VI
Internal
Eksternal
|
S) Strengths
Faktor-faktor Kekuatan:
1. Memiliki pabrik dengan kapasitas 30 ton
TBS/jam
2. Sumber bahan baku (TBS) dari kebun sendiri
3. Memiliki serikat pekerja yang solid dan
kooperatif dengan perusahaan
4. Disiplin karyawan tinggi
5. Mempunyai karyawan dengan kemapuan di
bidang kelapa sawit
6. Tingkat keamanan kerja tinggi (zero
accident)
7. Kualitas bahan baku (TBS) terjaga
8. Memiliki dukungan modal yang kuat
9. Teknologi terbaru dalam pengolahan
kelapa sawit
10.
Memiliki
teknologi biodiesel dan pupuk kompos (zero waste)
|
(W) Weakness
Faktor-faktor Kelemahan:
1. Bahan baku (TBS) belum kadangkala tidak
mencukupi kebutuhan pabrik
2. Belum memiliki standar ekspor
|
O) Opportunities
Faktor-faktor Peluang :
1. produk turunan kelapa sawit memiliki
prospek cerah
2. Permintaan akan CPO tinggi
3. Pemerintah daerah mendukung industri
kelapa sawit
4. Tidak ada pesaing dalam memasarkan
produk
5. Terbuka kesempatan untuk ekspor CPO dan
PK
|
1. Mempertahankan konsistensi mutu
yang diinginkan konsumen dengan evaluasi terus – menerus (S1, S2, S7, S8,S9,
O2, O3, O5)
2. Meningkatkan kapasitas olah dengan
mengoptimalkan instalasi yang ada (S6, S9, O2, O5)
3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pabrik (S3, S9, O2, O5)
4. Peningkatan kualitas dengan teknologi
sesuai kebutuhan (S8, S9, S10, O1)
|
1. Memperluas pangsa pasar dalam negeri
(W2, O5)
2. Kualitas produk dengan harga jual
kompetitif (W1, O4)
3.
Diversifikasi produk (W1,O1)
|
(T) Threats
Faktor-faktor Ancaman :
1. Fluktuasi harga karena resesi global
mempengaruhi harga CPO
2. Tingginya pajak untuk perkebunan
3. Adanya serangan hama dan pencurian TBS
|
1.
Peningkatan kualitas SDM secara berkesinambungan
2.
Pengoperasian
pabrik dengan melakukan penghematan biaya
3. Penerapan Sistem Manajemen Kinerja (SMK)
secara konsisten
4.
Perawatan
dan pengawasan kebun oleh perusahaan
5. Pengajuan
perpanjangan masa HGU
|
1.Mengadakan pendekatan dengan BPN Pusat,
Daerah dan Pemda dengan memenuhi persyaratan formil dan informil untuk
percepatan perolehan sertifikat HGU
2.Optimalisasi lahan HGU
3.Menggunakan teknologi ramah lingkungan
secara intensif
|
Beberapa
strategi untuk pengadaan tandan buah segar dan pengendalian Crude Palm Oil
dan Palm Kernel pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara
VI dapat dilihat pada tabel 5 beriku
Tabel 5. Matriks SWOT strategi pengadaan Tandan Buah Segar dan pengendalian Crude
Palm Oil dan Palm Kernel serta strategi alternatifnya pada pabrik
kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI
Internal
Eksternal
|
(S) Strengths
Faktor-faktor Kekuatan:
1.Bahan baku (TBS) tersedia dengan
kualitas yang baik
2.Stok CPO dan PK digudang selalu
ada
3.Bahan penolong dan spare part untuk perawatan mesin selalu tersedia
4.Kontiunitas pasokan terjaga
|
(W) Weakness
Faktor-faktor
Kelemahan:
1. Jumlah pasokan bahan baku (TBS) saat ini tidak mencukupi jumlah
yang diinginkan
2.
Frekuensi bahan baku (TBS) yang masuk ke pabrik tidak teratur
3.
Jumlah persediaan TBS dan spare part
mesin kadangkala tidak ada
4.
Kapasitas tangki timbun terbatas/tidak bisa untuk menampung lebih dari 1
bulan produksi CPO
|
(O) Opportunities
Faktor-faktor
Peluang :
1.Kemungkinan produksi lebih banyak karena
kebun Rimbo Satu belum panen maksimal
|
a.Meningkatkan produksi
kebun Rimbo Satu dan Rimbo Dua dengan pemberian pupuk kompos untuk
meningkatkan RBT (Rata-rata Berat Tandan) (S1,S2,S3,S4,O1)
|
a.
Mengoptimalkan produksi kebun Rimbo Dua (W1,W2,W3,O1)
b. Memaksimalkan panen dan jadwal pengiriman
CPO (W1,W4,O1)
|
(T) Threats
Faktor-faktor Ancaman :
1.Pabrik tidak mengolah karena kekurangan
bahan baku
2.Izin dari kantor pusat yang kadangkala
memakan waktu
|
a.Mengoptimalkan kinerja PKS sesuai dengan kapasitas mesin
yang ada (S1,S3,S4,T1,T2)
|
a. Memberikan kewenangan pada PKS untuk
hal-hal penting (W3,T2)
|
Strategi pada tabel 4 dan 5
selanjutnya dilakukan diskusi partisipatif dengan pihak Rimbo Dua dan diperoleh
beberapa kesimpulan tentang strategi yang diterapkan oleh PKS Rimbo Dua. Hasil
diskusi tersebut adalah PKS Rimbo Dua saat ini merupakan PKS dengan predikat
baik diantara PKS yang ada di PTP Nusantara VI. Saat ini PKS Rimbo Dua menjadi
pabrik percontohan karena mampu menerapkan standar kerja yang zero waste dan zero accident.
Strategi
yang diterapkan dalam perencanaan produksi CPO dan PK pada PKS Rimbo Dua adalah
Optimalisasi kinerja pabrik dan kebun sehingga mampu berproduksi maksimal
dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada. Hal ini dilakukan karena PKS
Rimbo Dua merupakan satu-satunya pabrik di PTP Nusantara VI yang bahan bakunya
diperoleh dari kebun sendiri, sedangkan pabrik lainnya mendatangkan bahan baku
dari kebun inti dan plasma serta pihak swasta.
Kebijakan
lain yang diambil oleh PKS Rimbo Dua adalah mengurangi biaya yang digunakan di
pabrik. Efisiensi biaya dilakukan pada penghematan biaya bahan bakar mesin.
Untuk itu dalam penggunaan energi maka PKS Rimbo Dua menggunakan energi
alternatif yaitu penggunaan biodiesel dalam menjalankan mesin-mesin pabrik. Hal
ini dilakukan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar solar dengan pengalihan
energi.
Strategi
yang digunakan dalam mengatasi kendala kekurangan bahan baku adalah dengan
optimalisasi produksi kebun Rimbo Dua. Sedangkan produksi kebun Rimbo Satu saat
ini sedang berada dalam masa perkembangan karena kebanyakan tanaman kelapa
sawit masih berumur muda. Untuk mengoptimalkan produksi kebun Rimbo Dua maka
PKS Rimbo Dua mendirikan pabrik pengolahan limbah untuk menghasilkan pupuk
kompos yang digunakan pada kebun sendiri. Penggunaan pupuk kompos buatan
sendiri ini dapat mempertahankan produksi kebun sehingga tetap tinggi.
V. Penutup
PKS Rimbo Dua merupakan pabrik kelapa
sawit yang menjadi percontohan di PTP Nusantara VI Jambi – Sumatera Barat
karena menerapkan sistem zero accident dan zero waste. Dari strategi yang
diusulkan dalam proses perencanaan produksi CPO dan PK pihak perusahaan harus
memaksimalkan kinerja pabrik dengan menggunakan bahan baku yang ada. Untuk
menjamin ketersediaan bahan baku perlu adanya optimalisasi kebun yang telah
berproduksi. Selain itu pabrik dapat bekerjasama dengan petani dan pihak swasta
untuk memenuhi pasokan bahan baku.
Selanjutnya yang tidak kalah penting
adalah pengadaan TBS dan pengendalian CPO dan PK pihak perusahaan harus
mempertahankan kinerja kebun yang telah dicapai selama ini sehingga mampu
berproduksi maksimal dalam menghasilkan TBS serta mampu menjaga kualitas CPO
dan PK yang dihasilkan dan mengembangkan penggunaan sumber daya secara efisien
dan efektif (biodiesel dan pengolahan
limbah).